Sabtu, 19 Maret 2016

SOFTSKILL : TUGAS I
 KESEHATAN MENTAL




NAMA : Rindang Sekar Pangayom
NPM :19514428
KELAS : 2 PA 19





UNIVERSITAS GUNADARMA
2014 / 2015





I
KONSEP SEHAT

A.    Konsep Sehat Berdasarkan Dimensi Emosi, Intelektual, Sosial, Fisik, Spiritual

a.)   Konsep Sehat
Semua manusia yang ada dunia ini pasti menginginkan sehat jasmani dan rohani, bahkan puluhan pasien yang ada di rumah sakit ingin mencapai satu tujuan, yaitu Sehat. Disini saya ingin memaparkan penjelasan secara menyeluruh tentang konsep sehat menurut dimensi-dimensinya.
Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Dan menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.
Pada sebuah publikasi WHO (1957), konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan Sehat adalah keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunannya, dan memelihara serta mengembangkannya.
b.)   Konsep Sehat Berdasarkan Dimensi
Konsep sehat pada masyarakat awam lebih merujuk kepada keadaan fisik jasmaniah seseorang yaitu sehat atau sakit. Akan tetapi sesungguhnya konsep sehat tidak hanya  dari segi fisik saja, tedapat dimensi-dimensi lain seperti emosi, intelektual, sosial dan spiritual.
1.     Dimensi Emosional
Menurut Goleman, emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih, senang. Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kesetabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan.
2.     Dimensi Intelektual
Kesehatan intelektual meliputi usaha untuk secara terus-menerus tumbuh dan belajar untuk beradaptasi secara efektif dengan perubahan baru. Bagaimana seseorang berfikir, wawasannya, pemahamannya, alasannya, logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat  secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3.     Dimensi Fisik
Menurut dimensi fisik, seseorang dikatakan sehat secara fisiologis (fisik) bila terlihat normal,  tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

4.     Dimensi Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya mampu untuk bekerja sama.
5.     Dimensi Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing. Sementara orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional. 
a.)   Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Sejarah mencatat bahwa di Zaman dahulu manusia mengasumsikan bahwa seseorang yang mengalami ganguan Mental atau tidak sehat itu disebabkan oleh suatu tindakan dari mahluk halus atau gaib yang merasuki dirinya dan pikirannya sehingga penderita tersebut harus di jauhi, diasingkan dan dirantai di suatu goa-goa atau penjara penjara bawah tanah. Namun karena semakin majunya perkembangan zaman dan manusia mulai beahli pada pemikiran yang ilmiah maka mereka pun mulai menyimpulkan pendapat yang lebih logis menganai penyakit mental.
Pada Zaman Pra Sejarah tercatat bahwa manusia purba mengalami ganguan seperti infeksi dan arttristis dan pada zaman permulaan masa peradaban Pytagoras ialah orang yang pertama memberi penjelasan terhadap penyakit mental diikuti Palato dan hypocrates yang berpendapat ganguan mental merupakan ganguan dilihat dari ciri ganguan fisik, moral dan ganguan dari para dewa, dan Zaman Renaisance mulai menyangkal bahwa ganguan penyakit mental itu pasiaennya itu tengelam dari dunia Takhyul atau alam gaib.
Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam  menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila dan memperbaiki banyak rumah sakit jiwa di Amerika dan Eropa.
Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi. Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.
b.)   Pendekatan Kesehatan Mental
1.     Orientasi Klasik
Hilangnya gejala gangguan mental, penyembuhan konflik trauma masa lalu. Terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
a.       Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu normal
b.     Rasa tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
c.      Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.
2.     Penyesuaian Diri
Kemampuan menyesuaiakan diri dg tuntutan diri sendiri & norma sosial , belajar respon adaptif. Penyesuaian diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu bermasalah : apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Normal dalam Orientasi ini :
a.      Normal secara statistik : yaitu apa adanya.
b.     Normal secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
3.     Pengembangan Potensi
Pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi dan bkat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa. Tokohnya: Maslow. Allport,Rogers, Fromm.
Kriteria mental sehat dalam orientasi ini :
a.      Punya pedoman normatif pribadi( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
b.     Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman






                                                                            II
TEORI KEPRIBADIAN SEHAT
I.    Aliran Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pendiri psikoanalisis. Menurut Freud pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan, merupakan sumber perilaku yang tidak normal atau menyimpang. Sumbangan terbesar Freud pada teori kepribadian adalah eksplorasinya ke dalam dunia tidak sadar dan keyakinannya bahwa manusia termotivasi oleh dorongan-dorongan utama yang belum atau tidak mereka sadari. Bagi Freud, kehidupan mental terbagi menjadi dua tingkat, alam tidak sadar dan alam sadar. Alam tidak sadar terbagi menjadi dua tingkat, alam tidak sadar dan alam bawah sadar. 
II.  Aliran Behavioristik
Pendekatan behaviorisme merupakan perspektif tentang karakteristik alamiah manusia dan
strategi ilmiah untuk mempelajari individu. Pendekatan teori pembelajaran behavioristik
terhadap kepribadian memiliki dua asumsi dasar, yaitu:
1.     Perilaku harus dijelaskan dalam kerangka pengaruh kausal lingkungan terhadap diri orang tersebut.
2.     Pemahaman terhadap manusia harus dibangun berdasarkan riset ilmiah objektif dimana variabel dikontrol dengan seksama dalam eksperimen laboratorium. Menurut pandangan
behavioristik, individu bertindak karena kekuatan lingkungan yang menyebabkan ia melakukan hal tersebut. Perilaku bersifat responsif terhadap variabel penguatan dalam lingkungan dan lebih tergantung pada situasi. Behavioris menyadari bahwa individu memiliki pikiran dan perasaan, akan tetapi pikiran dan perasaan tersebut sebagai perilaku yang juga disebabkan oleh lingkungannya. Kepribadian menurut pandangan ini merupakan pola deskriptif pengalaman psikologis yang pada kenyataannya diakibatkan oleh lingkungan. Jadi dapat disimpulkan untuk membentuk  suatu kepribadian yang sehat harus ditunjang dengan lingkungan yang sehat pula.
III.        Aliran Humanistik
Aliran ini berkembang pada tahun 1950. Humanistik merasa tidak puas dengan behaviori maupun dengan aliran psikoanalisis. Aliran humanistik ini mengarahkan perhatiannya pada humanisasi yang menekankan keunikan manusia. Psikologi Humanistik manusia adalah makhluk kreatif,yang di kendalikan oleh nilai-nilai dan pada pilihan-pilihan sendiri bukan pada kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.
Kepribadian yang sehat menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1.     Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2.     Mencoba hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3.     Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas,  atau mayoritas.
4.     Jujur ; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5.     Siap menjadi orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6.     Memikul tanggung jawab.
7.     Bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
8.     Mencoba mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.
IV.       Perbedaan Aliran Psikoanalisis, Behavioristik, dan Humanistik Tentang Kepribadian Sehat
1.     PSIKOANALISA
Aliran psikoanalisa melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki oleh manusia. Pandangan kaum psikoanalisa, hanya memberi kepada kita sisi yang sakit atau kurang, ‘sisi yang pincang’ dari kodrat manusia, karna hanya berpusat pada tingkah laku yang neuritis dan psikotis.
Sigmund freud dan orang-orang yang mengikuti ajarannya mempelajari kepribadian yang terganggu secara emosional, bukan kebribadian yang sehat; atau kebribadian yang paling buruk dari kodrat manusia, bukan yang paling baik. Jadi, aliran ini memberi gambaran pesimis tentang kodrat manusia, dan manusia dianggap sebagai korban dari tekanan-tekanan  biologis dan konflik masa kanak-kanak.
2.     BEHAVIORISME
Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam suatu system kompleks yang bertigkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas. Jadi, manusia dilihat oleh para behavioris sebagai orang-orang yang memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar dan manusia di anggap tidak memiliki diri sendiri.
3.     HUMANISTIK
Para ahli psikologi humanistik, telah memiliki sudut pandang yang segar terhadap kodrat manusia. Apa yang mereka lihat adalah suatu tipe individu yang berbeda dari apa yang digambarkan oleh behaviorisme dan psikoanalisa, yaitu bentuk-bentuk psikologi tradisional. Aliran ini menganggap setiap orang memiliki kemampuan untuk lebih baik. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih banyak memiliki potensi. Meskipun kebanyakan ahli psikologi humanistik tidak menyangkal bahwa stimulus-stimulus dari luar, instink-instink, dan konflik-konflik masa kanak-kanak mempengaruhi kebribadian, namun mereka tidak percaya bahwa manusia merupakan korban yang tidak  dapat berubah dari kekuatan-kekuatan negatif. .
Manusia harus dapat mengatasi masa lampau, kodrat biologis, dan ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat. Gambaran ahli psikologi humanistik tentang kodrat manusia adalah optimis dan penuh harapan. Mereka percaya terhadap kapasitas manusia untuk memperluas, memperkaya, mengembangkan, dan memenuhi dirinya, untuk menjadi semuanya menurut kemampuan yang ada. Para pendukung gerakan potensi manusia mengemukakan bahwa ada suatu tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sangat diperlukan, yang melampaui’normalitas’.
Mereka berpendapat bahwa manusia perlu memperjuangkan tingkat pertumbuhan yang lebih maju supaya merealisasikan atau mengaktualisasikan semua potensinya, dan tidak cukup hanya seseorang bebas dari sakit emosional. Dengan kata lain, tidak adanya tingkah laku neurotis atau psikotis, tidak cukup untuk menilai seseorang sebagai pribadi yang sehat. Tidak adanya sakit emosional hanya merupakan suatu langkah pertama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemenuhan, karna seorang individu harus mencapai sesuatu yang lebih jauh lagi.
V.  Pendapat Allport
a.)   Perkembangan Propium Sebagai Dasar Perkembangan Kepribadian Yang Sehat.
Allport mengemukakan bahwa semua fungsi diri atau fungsi egoyang telah dijelaskan disebut dengan fungsi proprium dari kepribadian. Fungsi-fungsi ini termasuk perasaan jasmaniah, identitas diri, harga diri, perluasan diri, rasa keakuan, pemikiran rasional, gambaran diri, usaha proprium, gaya kognitif dan fungsi mengenal. Semuanya merupakan bagian yang sebenarnya dan vital dari kepribadian. Fungsi-fungsi tersebut sama-sama memiliki suatu arti fenomenal dan “ makna penting”. Fungsi-fungsi itu bersama disebut sebagai proprium. Proprium itu tidak dibawa sejak lahir, melainkan berkembang karena usia.
Allport menunjukkan tujuh aspek dalam perkembangan proprium atau ke-diri-sendiri-an (self hood). Selama 3 tahun pertama, tiga aspek muncul, yakni : rasa diri jasmaniah, rasa identitas-diri berkesinambungan dan harga-diri atau rasa bangga. Antara usia 4 sampai 6 tahun, dua aspek lainnya muncul, yakni : perluasan diri (the extension of self), dan gambaran diri. Suatu waktu antara usia 6 dan 12 tahun, anak mengembangkan kesadaran-diri sehingga ia dapat menanggulangi masalah-masalahnya dan akal pikiran. Selama masa remaja, munculah intensi-intesi, tujuan-tujuan jangka panjang, dan cita-cita yang masih jauh. Aspek-aspek ini disebut usaha proprium.
Dengan penjelasan seperti dia atas, Allport ingin menghindari pendapat yang mengundang pertanyaan dari banyak teoritikus yang menyatakan bahwa diri atau ego itu serupa manusia mikro (homunculus) atau “ manusia yang berada di dalam dada” yang melakukan tugas mengorganisasikan, memegang kendali dan menjalankan sistem kepribadian. Ia mengakui pentingnya semua fungsi psikologis yang bersumber pada diri dan ego, namun ia berusaha keras menghindari teori yang memandang diri dan ego sebagai pelaku atau penggerak kepribadian. Bagi allport, diri dan ego dapat digunakan sebagai kata sifat untuk menunjukkan fungsi-fungsi proprium di dalam seluruh bidang kepribadian.
b.)   Ciri-ciri Kepribadian Yang Matang Menurut Allport
Menurut Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkah laku menurut prinsip otonomi fungsional.
Kualitas Kepribadian yang matang menurut allport sebagai berikut:
1.     Ekstensi sense of self
ü  Kemampuan berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
ü  Kemampuan diri dan minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
ü  Kemampuan merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
2.     Hubungan hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas intimacy (hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion (pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)
3.     Penerimaan diri
Kemampuan untuk mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal : mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan proporsional.
4.     Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih, mengatasi pelbagai persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku lain yang merusak.
5.     Objektifikasi diri: insight dan humor
Kemampuan diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6.     Filsafat Hidup
Ada latar belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan dan arti. Contohnya lewat agama.
Untuk memahami orang dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak semua orang dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang melakukan sesuatu hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.

































Referensi :
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2011. Teori Kepribadian Buku 2 Ed. 7 (2nd book
Theories of Personality 7th). Jakarta : Salemba Humanika.
Basuki,Heru. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma