SOFTSKILL
: TUGAS I
KESEHATAN
MENTAL
NAMA
: Rindang Sekar Pangayom
NPM :19514428
KELAS : 2 PA 19
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
/ 2015
I
KONSEP SEHAT
A.
Konsep
Sehat Berdasarkan Dimensi Emosi, Intelektual, Sosial, Fisik, Spiritual
a.) Konsep
Sehat
Semua manusia yang ada dunia ini
pasti menginginkan sehat jasmani dan rohani, bahkan puluhan pasien yang ada di
rumah sakit ingin mencapai satu tujuan, yaitu Sehat. Disini saya ingin
memaparkan penjelasan secara menyeluruh tentang konsep sehat menurut
dimensi-dimensinya.
Konsep sehat menurut Parkins (1938)
adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan
berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Dan menurut White (1977), sehat
adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai
keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.
Pada sebuah publikasi WHO (1957),
konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh
yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang
dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan Sehat adalah keadaan
sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional
Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah
dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri
dengan mengamalkan tuntunannya, dan memelihara serta mengembangkannya.
b.)
Konsep Sehat Berdasarkan Dimensi
Konsep sehat pada masyarakat awam
lebih merujuk kepada keadaan fisik jasmaniah seseorang yaitu sehat atau sakit.
Akan tetapi sesungguhnya konsep sehat tidak hanya dari segi fisik saja,
tedapat dimensi-dimensi lain seperti emosi, intelektual, sosial dan spiritual.
1. Dimensi
Emosional
Menurut Goleman, emosional merupakan hasil campur
dari rasa takut, gelisah, marah, sedih, senang. Orang yang sehat secara emosi
dapat terlihat dari kesetabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan
perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan.
2. Dimensi
Intelektual
Kesehatan intelektual meliputi usaha untuk secara
terus-menerus tumbuh dan belajar untuk beradaptasi secara efektif dengan
perubahan baru. Bagaimana seseorang berfikir, wawasannya, pemahamannya, alasannya,
logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat secara intelektual yaitu jika
seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas.
Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
3. Dimensi
Fisik
Menurut dimensi fisik, seseorang dikatakan sehat
secara fisiologis (fisik) bila terlihat normal, tidak cacat, tidak mudah
sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun. Kesehatan fisik terwujud apabila
sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang
secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau
tidak mengalami gangguan.
4. Dimensi
Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu
berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Sehat secara sosial dapat
dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya
mampu untuk bekerja sama.
5. Dimensi
Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan
menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing.
Sementara orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suatu
kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena
pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas
kewajaran sehingga bisa berpikir rasional.
a.) Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Sejarah mencatat bahwa di Zaman dahulu manusia
mengasumsikan bahwa seseorang yang mengalami ganguan Mental atau tidak sehat
itu disebabkan oleh suatu tindakan dari mahluk halus atau gaib yang merasuki
dirinya dan pikirannya sehingga penderita tersebut harus di jauhi, diasingkan
dan dirantai di suatu goa-goa atau penjara penjara bawah tanah. Namun karena
semakin majunya perkembangan zaman dan manusia mulai beahli pada pemikiran yang
ilmiah maka mereka pun mulai menyimpulkan pendapat yang lebih logis menganai
penyakit mental.
Pada Zaman Pra Sejarah tercatat bahwa manusia purba
mengalami ganguan seperti infeksi dan arttristis dan pada zaman permulaan masa
peradaban Pytagoras ialah orang yang pertama memberi penjelasan terhadap
penyakit mental diikuti Palato dan hypocrates yang berpendapat ganguan mental
merupakan ganguan dilihat dari ciri ganguan fisik, moral dan ganguan dari para
dewa, dan Zaman Renaisance mulai menyangkal bahwa ganguan penyakit mental itu
pasiaennya itu tengelam dari dunia Takhyul atau alam gaib.
Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang
mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu
mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah
salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi
orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini
selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan
praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana
tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan
mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan alam di Eropa. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam
usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan
memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila dan memperbaiki
banyak rumah sakit jiwa di Amerika dan Eropa.
Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara
formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari
jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia
dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement dia terkenal karena
pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental
dengan cara yang sangat manusiawi. Secara hukum, gerakan mental hygiene ini
mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika
Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program
jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga
masyarakat.
b.) Pendekatan
Kesehatan Mental
1.
Orientasi Klasik
Hilangnya gejala gangguan mental, penyembuhan konflik trauma masa lalu. Terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Hilangnya gejala gangguan mental, penyembuhan konflik trauma masa lalu. Terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
a. Simptom-simptom
bisa terdapat juga pada individu normal
b. Rasa
tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
c. Sehat
atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.
2. Penyesuaian
Diri
Kemampuan menyesuaiakan diri dg tuntutan diri sendiri & norma sosial , belajar respon adaptif. Penyesuaian diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu bermasalah : apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Kemampuan menyesuaiakan diri dg tuntutan diri sendiri & norma sosial , belajar respon adaptif. Penyesuaian diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu bermasalah : apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Normal dalam Orientasi ini :
a. Normal
secara statistik : yaitu apa adanya.
b. Normal
secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
3. Pengembangan
Potensi
Pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi dan bkat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa. Tokohnya: Maslow. Allport,Rogers, Fromm.
Pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi dan bkat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa. Tokohnya: Maslow. Allport,Rogers, Fromm.
Kriteria mental sehat dalam orientasi ini :
a. Punya
pedoman normatif pribadi( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
b.
Menunjukan otonomi independen , mawas
diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
II
TEORI KEPRIBADIAN SEHAT
I.
Aliran
Psikoanalisis
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pendiri
psikoanalisis. Menurut Freud pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan,
merupakan sumber perilaku yang tidak normal atau menyimpang. Sumbangan terbesar
Freud pada teori kepribadian adalah eksplorasinya ke dalam dunia tidak sadar
dan keyakinannya bahwa manusia termotivasi oleh dorongan-dorongan utama yang
belum atau tidak mereka sadari. Bagi Freud, kehidupan mental terbagi menjadi
dua tingkat, alam tidak sadar dan alam sadar. Alam tidak sadar terbagi menjadi
dua tingkat, alam tidak sadar dan alam bawah sadar.
II. Aliran Behavioristik
Pendekatan behaviorisme
merupakan perspektif tentang karakteristik alamiah manusia dan
strategi ilmiah untuk mempelajari
individu. Pendekatan teori pembelajaran behavioristik
terhadap kepribadian memiliki dua asumsi dasar, yaitu:
terhadap kepribadian memiliki dua asumsi dasar, yaitu:
1. Perilaku
harus dijelaskan dalam kerangka pengaruh kausal lingkungan terhadap diri orang
tersebut.
2. Pemahaman
terhadap manusia harus dibangun berdasarkan riset ilmiah objektif dimana variabel
dikontrol dengan seksama dalam eksperimen laboratorium. Menurut pandangan
behavioristik,
individu bertindak karena kekuatan lingkungan yang menyebabkan ia melakukan hal
tersebut. Perilaku bersifat responsif terhadap variabel penguatan dalam lingkungan
dan lebih tergantung pada situasi. Behavioris menyadari bahwa individu memiliki
pikiran dan perasaan, akan tetapi pikiran dan perasaan tersebut sebagai
perilaku yang juga disebabkan oleh lingkungannya. Kepribadian menurut pandangan
ini merupakan pola deskriptif pengalaman psikologis yang pada kenyataannya
diakibatkan oleh lingkungan. Jadi dapat disimpulkan untuk membentuk suatu
kepribadian yang sehat harus ditunjang dengan lingkungan yang sehat pula.
III.
Aliran
Humanistik
Aliran ini berkembang pada tahun 1950. Humanistik
merasa tidak puas dengan behaviori maupun dengan aliran psikoanalisis. Aliran
humanistik ini mengarahkan perhatiannya pada humanisasi yang menekankan
keunikan manusia. Psikologi Humanistik manusia adalah makhluk kreatif,yang di
kendalikan oleh nilai-nilai dan pada pilihan-pilihan sendiri bukan pada
kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.
Kepribadian
yang sehat menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1. Menjalani
hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2. Mencoba
hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3. Lebih
memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara
tradisi, otoritas, atau mayoritas.
4. Jujur
; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5. Siap
menjadi orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6. Memikul
tanggung jawab.
7. Bekerja
keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
8. Mencoba
mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.
IV.
Perbedaan
Aliran Psikoanalisis, Behavioristik, dan Humanistik Tentang Kepribadian Sehat
1. PSIKOANALISA
Aliran
psikoanalisa melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego,
super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki
oleh manusia. Pandangan kaum psikoanalisa, hanya memberi kepada kita sisi yang
sakit atau kurang, ‘sisi yang pincang’ dari kodrat manusia, karna hanya
berpusat pada tingkah laku yang neuritis dan psikotis.
Sigmund freud
dan orang-orang yang mengikuti ajarannya mempelajari kepribadian yang terganggu
secara emosional, bukan kebribadian yang sehat; atau kebribadian yang paling
buruk dari kodrat manusia, bukan yang paling baik. Jadi, aliran ini memberi
gambaran pesimis tentang kodrat manusia, dan manusia dianggap sebagai korban
dari tekanan-tekanan biologis dan konflik masa kanak-kanak.
2. BEHAVIORISME
Aliran
behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam suatu system
kompleks yang bertigkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam
pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu organisme yang
bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas,
kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas. Jadi, manusia
dilihat oleh para behavioris sebagai orang-orang yang memberikan respons secara
pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar dan manusia di anggap tidak memiliki
diri sendiri.
3. HUMANISTIK
Para ahli
psikologi humanistik, telah memiliki sudut pandang yang segar terhadap kodrat
manusia. Apa yang mereka lihat adalah suatu tipe individu yang berbeda dari apa
yang digambarkan oleh behaviorisme dan psikoanalisa, yaitu bentuk-bentuk
psikologi tradisional. Aliran ini menganggap setiap orang memiliki kemampuan
untuk lebih baik. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih
banyak memiliki potensi. Meskipun kebanyakan ahli psikologi humanistik tidak
menyangkal bahwa stimulus-stimulus dari luar, instink-instink, dan
konflik-konflik masa kanak-kanak mempengaruhi kebribadian, namun mereka tidak
percaya bahwa manusia merupakan korban yang tidak dapat berubah dari
kekuatan-kekuatan negatif. .
Manusia harus
dapat mengatasi masa lampau, kodrat biologis, dan ciri-ciri lingkungan. Manusia
juga harus berkembang dan tumbuh melampaui kekuatan-kekuatan negatif yang
secara potensial menghambat. Gambaran ahli psikologi humanistik tentang kodrat
manusia adalah optimis dan penuh harapan. Mereka percaya terhadap kapasitas
manusia untuk memperluas, memperkaya, mengembangkan, dan memenuhi dirinya,
untuk menjadi semuanya menurut kemampuan yang ada. Para pendukung gerakan
potensi manusia mengemukakan bahwa ada suatu tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat diperlukan, yang melampaui’normalitas’.
Mereka
berpendapat bahwa manusia perlu memperjuangkan tingkat pertumbuhan yang lebih
maju supaya merealisasikan atau mengaktualisasikan semua potensinya, dan tidak
cukup hanya seseorang bebas dari sakit emosional. Dengan kata lain, tidak
adanya tingkah laku neurotis atau psikotis, tidak cukup untuk menilai seseorang
sebagai pribadi yang sehat. Tidak adanya sakit emosional hanya merupakan suatu
langkah pertama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemenuhan, karna seorang
individu harus mencapai sesuatu yang lebih jauh lagi.
V. Pendapat Allport
a.) Perkembangan
Propium Sebagai Dasar Perkembangan Kepribadian Yang Sehat.
Allport
mengemukakan bahwa semua fungsi diri atau fungsi egoyang telah dijelaskan
disebut dengan fungsi proprium dari kepribadian. Fungsi-fungsi ini termasuk
perasaan jasmaniah, identitas diri, harga diri, perluasan diri, rasa keakuan,
pemikiran rasional, gambaran diri, usaha proprium, gaya kognitif dan fungsi
mengenal. Semuanya merupakan bagian yang sebenarnya dan vital dari kepribadian.
Fungsi-fungsi tersebut sama-sama memiliki suatu arti fenomenal dan “ makna
penting”. Fungsi-fungsi itu bersama disebut sebagai proprium. Proprium itu
tidak dibawa sejak lahir, melainkan berkembang karena usia.
Allport menunjukkan tujuh aspek dalam perkembangan proprium atau ke-diri-sendiri-an (self hood). Selama 3 tahun pertama, tiga aspek muncul, yakni : rasa diri jasmaniah, rasa identitas-diri berkesinambungan dan harga-diri atau rasa bangga. Antara usia 4 sampai 6 tahun, dua aspek lainnya muncul, yakni : perluasan diri (the extension of self), dan gambaran diri. Suatu waktu antara usia 6 dan 12 tahun, anak mengembangkan kesadaran-diri sehingga ia dapat menanggulangi masalah-masalahnya dan akal pikiran. Selama masa remaja, munculah intensi-intesi, tujuan-tujuan jangka panjang, dan cita-cita yang masih jauh. Aspek-aspek ini disebut usaha proprium.
Allport menunjukkan tujuh aspek dalam perkembangan proprium atau ke-diri-sendiri-an (self hood). Selama 3 tahun pertama, tiga aspek muncul, yakni : rasa diri jasmaniah, rasa identitas-diri berkesinambungan dan harga-diri atau rasa bangga. Antara usia 4 sampai 6 tahun, dua aspek lainnya muncul, yakni : perluasan diri (the extension of self), dan gambaran diri. Suatu waktu antara usia 6 dan 12 tahun, anak mengembangkan kesadaran-diri sehingga ia dapat menanggulangi masalah-masalahnya dan akal pikiran. Selama masa remaja, munculah intensi-intesi, tujuan-tujuan jangka panjang, dan cita-cita yang masih jauh. Aspek-aspek ini disebut usaha proprium.
Dengan
penjelasan seperti dia atas, Allport ingin menghindari pendapat yang mengundang
pertanyaan dari banyak teoritikus yang menyatakan bahwa diri atau ego itu
serupa manusia mikro (homunculus) atau “ manusia yang berada di dalam dada”
yang melakukan tugas mengorganisasikan, memegang kendali dan menjalankan sistem
kepribadian. Ia mengakui pentingnya semua fungsi psikologis yang bersumber pada
diri dan ego, namun ia berusaha keras menghindari teori yang memandang diri dan
ego sebagai pelaku atau penggerak kepribadian. Bagi allport, diri dan ego dapat
digunakan sebagai kata sifat untuk menunjukkan fungsi-fungsi proprium di dalam
seluruh bidang kepribadian.
b.) Ciri-ciri
Kepribadian Yang Matang Menurut Allport
Menurut Allport, faktor utama tingkah lalu orang
dewasa yang matang adalah sifat-sifat yang terorganisir dan selaras yang
mendorong dan membimbing tingkah laku menurut prinsip otonomi fungsional.
Kualitas Kepribadian yang matang menurut allport
sebagai berikut:
1. Ekstensi
sense of self
ü Kemampuan
berpartisipasi dan menikmati kegiatan dalam jangkauan yang luas.
ü Kemampuan
diri dan minat-minatnya dengan orang lain beserta minat mereka.
ü Kemampuan
merencanakan masa depan (harapan dan rencana)
2. Hubungan
hangat/akrab dengan orang lain
Kapasitas
intimacy (hubungan kasih dengan keluarga dan teman) dan compassion
(pengungkapan hubungan yang penuh hormat dan menghargai dengan setiap orang)
3. Penerimaan
diri
Kemampuan
untuk mengatasi reaksi berlebih hal-hal yang menyinggung dorongan khusus (misal
: mengolah dorongan seks) dan menghadapi rasa frustasi, kontrol diri, presan
proporsional.
4. Pandangan-pandangan
realistis, keahlian dan penugasan
Kemampuan
memandang orang lain, objek, dan situasi. Kapasitas dan minat dalam
penyelesaian masalah, memiliki keahlian dalam penyelesain tugas yang dipilih,
mengatasi pelbagai persoalan tanpa panik, mengasihani diri, atau tingkah laku
lain yang merusak.
5. Objektifikasi
diri: insight dan humor
Kemampuan
diri untuk objektif dan memahami tentang diri dan orang lain. Humor tidak
sekedar menikmati dan tertawa tapi juga mampu menghubungkan secara positif pada
saat yang sama pada keganjilan dan absurditas diri dan orang lain.
6. Filsafat
Hidup
Ada
latar belakang yang mendasari semua yang dikerjakannya yang memberikan tujuan
dan arti. Contohnya lewat agama.
Untuk memahami orang dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak semua orang dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang melakukan sesuatu hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.
Untuk memahami orang dewasa kita membutuhkan gambaran tujuan dan aspirasinya. Tidak semua orang dewasa memiliki kedewasaan yang matang. Bisa saja seseorang melakukan sesuatu hal tanpa tahu apa yang ia lakukan.
Referensi
:
Feist, Jess dan Gregory J. Feist.
2011. Teori Kepribadian Buku 2 Ed. 7 (2nd book
Theories of Personality 7th). Jakarta : Salemba
Humanika.
Basuki,Heru. 2008. Psikologi Umum.
Jakarta : Universitas Gunadarma